Beranda | Artikel
Petuah Imam Malik
Jumat, 13 September 2019

Bismillah.

Syaikh al-Albani rahimahullah dalam mukadimah kitab Shifat Sholat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membawakan atsar-atsar/riwayat dari para ulama tentang pentingnya mengikuti dalil al-Kitab dan as-Sunnah, diantaranya adalah perkataan Imam Malik (wafat 179 H).

Imam Malik rahimahullah berkata, “Sesungguhnya saya ini hanyalah manusia. Saya bisa salah dan bisa benar. Maka perhatikanlah pendapat-pendapatku; semua yang sesuai dengan al-Kitab dan as-Sunnah maka ambillah. Dan semua yang tidak sesuai dengan al-Kitab dan as-Sunnah maka tinggalkanlah.” (lihat Shifat Sholat Nabi, hlm. 48)

Penjelasan :

Berpegang teguh dengan dalil al-Kitab dan as-Sunnah merupakan salah satu kaidah dan prinsip penting dalam beragama. Hal ini telah diungkapkan pula oleh Imam Abu Bakr bin Abi Dawud rahimahullah (wafat 316 H) dalam Manzhumah Haa-iyah-nya, beliau berkata, “Berpegang-teguhlah dengan tali Allah dan ikutilah petunjuk. Dan janganlah kamu menjadi pelaku kebid’ahan mudah-mudahan kamu beruntung.” Yang dimaksud ‘tali Allah’ adalah al-Qur’an dan as-Sunnah. Dengan kata lain, tali Allah adalah wahyu yang Allah turunkan kepada rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam (lihat Syarh Manzhumah Haa-iyah, hlm. 47 oleh Syaikh Shalih al-Fauzan)

Begitu pula Imam Bukhari rahimahullah (wafat 256 H) dalam kitab Sahih-nya membuat pembahasan khusus dengan judul ‘Kitab al-I’tisham bil Kitab was Sunnah’ yaitu berpegang teguh dengan al-Kitab dan as-Sunnah. Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi hafizhahullah menjelaskan, bahwa yang dimaksud ‘berpegang teguh dengan al-Kitab dan as-Sunnah’ adalah mematuhi perintah dan larangan yang ada di dalam al-Kitab dan as-Sunnah. Memegang teguh al-Kitab dan as-Sunnah merupakan bentuk pelaksanaan perintah Allah (yang artinya), “Dan berpegang-teguhlah kalian dengan tali Allah.” (Ali ‘Imran : 103). al-Kitab dan as-Sunnah disebut sebagai ‘tali’ karena ia menjadi sebab untuk sampai ke surga, sebab untuk meraih pahala dan selamat dari azab. Sebagaimana halnya tali menjadi sebab/perantara untuk tercapainya apa yang dimaksud (lihat Minhatul Malik, 13/364)

Imam as-Suyuthi rahimahullah menyebutkan penafsiran dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu mengenai makna ‘tali Allah’ -sebagaimana diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir dan ath-Thabarani- bahwa Ibnu Mas’ud mengatakan, “Tali Allah adalah al-Qur’an.” (lihat ad-Durr al-Mantsur fit Tafsir bil Ma’tsur, 3/709)

Memegang teguh al-Qur’an melazimkan kita untuk memegang teguh as-Sunnah atau hadits. Karena ia merupakan penjelas dan penegas apa-apa yang telah dijelaskan di dalam al-Qur’an. Bahkan di dalam hadits juga terkandung tambahan keterangan hukum-hukum yang tidak dirinci di dalam al-Qur’an. Dari sinilah kita mengetahui letak keutamaan para ulama ahli hadits pembela sunnah. Karena mereka menjaga ilmu yang diwariskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya. Tidaklah mengherankan apabila Imam Sufyan ats-Tsauri rahimahullah mengatakan, “Para malaikat adalah penjaga-penjaga langit sedangkan ashabul hadits adalah penjaga-penjaga bumi.” (lihat dalam Fiqh al-Jama’ah karya Syaikh Dr. Hamd bin Ibrahim al-’Utsman, hlm. 195)

Oleh sebab itu al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah juga menafsirkan ‘tali Allah’ dengan al-Kitab dan as-Sunnah. Beliau juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Sunnah di sini adalah segala yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, dan apa-apa yang beliau bertekad untuk melakukannya. Adapun ‘sunnah’ dalam pengertian asal bahasa arab bermakna ‘jalan’ (lihat Fath al-Bari, 13/282)

Dari apa-apa yang telah kita nukilkan dari para ulama ini menjadi teranglah bahwasanya kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah adalah suatu kewajiban. Dengan inilah akan kita ketahui mana yang benar dan mana yang salah. Sehingga seorang muslim tidak akan mengangkat pendapat tokoh manapun di atas ketetapan al-Qur’an maupun as-Sunnah. Semuanya harus tunduk kepada dalil. Oleh sebab itu para ulama besar sekelas Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan yang lainnya selalu mewasiatkan agar kaum muslimin berpegang teguh dengan al-Kitab dan as-Sunnah.

Dengan cara inilah kaum muslimin akan bisa meraih kemuliaan dan kejayaan. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Allah memuliakan dengan Kitab ini beberapa kaum, dan akan menghinakan beberapa kaum yang lain dengannya.” (HR. Muslim). Umat Islam akan menjadi mulia dengan mengikuti petunjuk al-Qur’an. Umat Islam akan menjadi jaya ketika mereka mau mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Inilah yang diwasiatkan oleh para ulama terdahulu, semacam Imam Abu Amr al-Auza’i rahimahullah (wafat 157 H) seorang ulama tabi’ut tabi’in. Beliau mengatakan, “Wajib atasmu untuk mengikuti jejak-jejak para ulama terdahulu, meskipun orang-orang menolakmu. Dan hati-hatilah kamu dari pendapat tokoh-tokoh, meskipun mereka menghiasinya dengan ucapan-ucapan yang indah.” Yang dimaksud mengikuti jejak pendahulu di sini adalah dengan mengikuti jalan para sahabat dan para pengikut setia mereka; karena jalan mereka itu dibangun di atas al-Kitab dan as-Sunnah (lihat keterangan Syaikh al-Utsaimin rahimahullah dalam Syarh Lum’atil I’tiqad, hlm. 44)

Hal ini -yaitu kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah- hanya akan bisa terwujud -setelah taufik dari Allah- adalah dengan menghidupkan majelis-majelis ilmu yang mengkaji kandungan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana telah diisyaratkan dalam sebuah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Inilah jalan untuk mendidik generasi rabbani. Generasi penerus perjuangan Islam dan penebar rahmat bagi semesta alam. Allah berfirman (yang artinya), “Akan tetapi hendaklah kalian menjadi orang-orang yang rabbani; dengan sebab kalian mengajarkan al-Kitab dan disebabkan apa-apa yang kalian pelajari.” (Ali ‘Imran : 79). Mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya merupakan jalan menuju kebahagiaan umat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)

Mempelajari al-Qur’an tentu tidak terbatas pada cara membacanya atau menghafalkannya. Bahkan tercakup di dalamnya adalah memahami hukum-hukumnya, aqidah dan keimanan yang terkandung padanya, dan akhlak mulia serta nilai-nilai kebaikan dan takwa. Inilah jalan kemuliaan apabila masyarakat Islam benar-benar menghendaki kejayaan dan kebahagiaan hakiki.

Banyak orang tua merasa susah ketika anaknya tidak paham matematika. Banyak orang tua sedih ketika anaknya tidak mengerti komputer. Banyak orang tua bingung ketika anaknya tidak mengerti bahasa Inggris. Akan tetapi amat disayangkan ketika anak-anak mereka tidak paham al-Qur’an, tidak paham hadits, tidak mengerti tauhid dan aqidah, atau tidak mengenal akhlak dan adab-adab Islam; seolah-olah tidak ada masalah apa-apa. Mereka pun menganggapnya suatu hal yang biasa.

Banyak pemuda yang merasa gagal ketika tidak lulus seleksi perguruan tinggi. Banyak anak muda yang merasa sedih karena tidak punya gadget idaman. Akan tetapi ketika hidupnya jauh dari siraman petunjuk al-Qur’an, jauh dari bimbingan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam; seolah-olah tidak ada yang salah dan tidak ada masalah. Telinga mereka lebih akrab dengan nama-nama bintang sepak bola atau selebritis dunia daripada nama-nama sahabat nabi dan para ulama.

Saudaraku yang dirahmati Allah, kemuliaan negeri ini merupakan dambaan kaum muslimin sejak dulu kala. Dan kemuliaan sebuah negeri ditentukan oleh kadar iman dan takwanya. Suatu negeri tidaklah mulia karena emas, perak, atau batubara dan minyaknya. Suatu negeri mulia dan berjaya ketika penduduknya mengabdi kepada Allah dengan penuh keikhlasan dan mengikuti petunjuk rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan tersesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123)


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/petuah-imam-malik/